TRANFUSI MENURUT PANDANGAN AGAMA
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Transfusi darah adalah penginjeksian darah dari
seseorang atau yang disebut donor ke dalam sistem peredaran darah seseorang
yang lain disebu tresipien. Transfusi darah tidak pernah terjadi kecuali
setelah ditemukannya sirkulasi darah yang tidak pernah berhenti dalam tubuh.Ada
4 golongan darah yang utama A, B, AB, dan O. Perbedaan diantara
golongan-golongan ini ditentukan oleh ada tidaknya dua zat utama yaitu A dan B
dalam sel darah merah, serta oleh ada tidaknya dua unsur yaitu unsur anti-A dan
unsur anti-B dalam serum darah tersebut. Perlu dicatat bahwa serum dan plasma
itu mirip, tetapi perbedaan keduanya adalah bahwa dalam serum, fibrinogen dan
kebanyakan faktor-faktor penggumpalan lainnya tidak ada.
Jadi, serum ini sendiri tidak dapat menggumpal karena
ia tidak memiliki faktor-faktor penggumpal, yang hanya ada didalam
plasma.Seseorang yang bergolongan darah O dikenal sebagai donor universal, karena
sel darah merah orang ini tidak mengandung zat kimia A maupun B.Tetapi, orang
ini tidak dapat menerima darah orang lain kecuali yang bergolongan O karena
serum darahnya berisi unsur anti-A dan anti-B.Disisi lain, seseorang yang
bergolongan darah AB dapat menerima transfusi darah dari donor kelompok
manapun, sehingga ia disebut sebagai resifien universal, tetapi ia hanya dapat
menyumbangkan darahnya pada orang lain yang bergolongan darah AB.
B. Sejarah
Pada tahun 1665, Dr. Richard
Lower, ahli anatomi dari Inggris,berhasil mentransfusikan darah seekor anjing
pada anjing yang lain dua tahun kemudian, Jean Baptiste Denis, seorang dokter,
filsup, dan astronom dari Prancis, berusaha melakukan transfusi darah pertama kali
pada manusia.Ia mentransfusikan darah seekor anak kambing ke dalam tubuh pasien
yang berumur 15 tahun. Hasilnya adalah bencana, yaitu kematian anak tersebut dan
ia sendiri dikenai tuduhan pembunuhan. Sejak saat itu, terjadi stagnansi panjang
dalam bidang transfusi darah terapan.
Sekitar 150 tahun
kemudian,tepatnya tahun 1818, Dr. James Blundell dari rumah sakit ST. Tomas dan
Guy berhasil melakukan transfusi darah dari manusia ke manusia yang pertama
kalinya. Ia berhasil melakukannya setelah ia menemukan alat transfusi darah
secara langsung, dan ia mengingatkan bahwa hanya darah manusia yang dapat
ditransfusikan pada manusia.Tetapi, alat yangdiciptakan oleh Dr. Lower itu baru
bisa digunakan secara umum setelah tahun 1901. Pada tahun itu Karl Landsteiner,
ilmuan dari Wina, berhasil menemukan jenis-jenis darah.Menurut temuan ini, jika
jenis-jenis darah yang dicampurkan tidak cocok, maka akan terjadi penggumpalan
sel darah merah yang akan berlanjut pada kerusakan masing-masing darah
tersebut.
C.
Transfusi Darah
Pada dasarnya, ada dua alasan
umum mengapa perlu dilakukan transfusi darah pada seseorang yaitu :
1). Kehilangan darah : kehilangan darah dapat
mengakibatkan kurangnya volume darah yang mengalir dalam tubuh.Beberapa faktor
yang menyebabkan antara lain: pendarahan akibat luka-luka atau dalam kasus
korengan, radang usus, persalinan, luka-luka, luka bakar dan pembengkakan
akibat kecelakaan, operasi, seperti operasi jantung dan operasi bedah lainnya adanya ketidak cocokan darah antara ibu dan
anak. Dalam kasus ini, transfusi pertukaran harus dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa si anak, anemia akut dan kronis, serta kekacauan sistem pembekuan darah,
seperti hemofilia.
2). Kekurangan unsur penting dalam darah : pasien
anemia yang menderita kekurangan sel dalam darah, hanya membutuhkan transfusi
sel darah merah saja. Pasien hemofilia, sebagai akibat dari kekacauan sistem
pembekuan darah beresiko pada timbulnya anemia dan kehilangan darah yang
berbahaya ketika mengalami luka sekecil apapun
dikarenakan oleh proses pembekuan darah yang terlalu lambat. Sehingga,
dalam upaya menahan pasien harus mendapatkan transfusi plasma darah. Atau si
pasien dapat di injeksi dengan AHF(Anti Haemofilik Faktor).
a) Keamanan Transfusi Darah
Menurut Palang Merah Indonesia (PMI), darah transfusi
di Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam penyakit berbahaya.Setiap
darah donor akan dilakukan pemeriksaan yang ketat sehingga jarang sekali seseorang
mendapatkan penyakit dari darah donor.Masalah utama transfusi darah yang saat
ini masih ada adalah kecelakaan akibat ketidak cocokan golongan darah. Meskipun
angka kejadiannya boleh dikatakan sangat kecil namun inkompabilitas transfusi
darah ini beresiko menyebabkan penderita mengalami reaksi yang sangat serius
dan mengancam nyawa.
Beberapa penderita mendonorkan darahnya beberapa
minggu sebelum dioperasi.Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat
menggunakan darahnya sendiri sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi.Saat
menerima darah transfusi, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi karena menganggap darah yang masuk adalah benda
asing. Tubuh akan menolak darah yang masuk dan berusaha menghancurkannya.Namun,keadaan
ini dapat dicegah dengan pemeriksaan golongan darah yang ketat sebelum
dilakukan transfusi darah.Darah penerima dan darah donor dicocokkan golongan darahnya.
D.
Hukum Islam
Al-Qur‟an dan
sunnah tidak membahas masalah transfusi darah.Tetapi, menurut berbagai
prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam sumber-sumber orisinil islam, darah
yang mengalir (dalam masfuh) selalu dianggap sebagai benda najis.Selain itu,
islam melarang para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah.Diantara makanan
yang dikategorikan haram dikonsumsi yang disebut dalam Al-Qur‟an adalah dan masfuh yang artinya arah yang mengalir, dan dalam firman Allah
SWT dalam surat Al-An‟am : 6 yang artinya:”katakan (hai Muhammad) aku tidak
menemukan dalam apa yang telah diwahyukan kepada ku sesuatu yang terlarang
untuk dimakan oleh seorang yang ingin
memakannya, kecuali daging bangkai, atau darah yang mengalir, dan daging
babi.Transfusi darah (blood transfusi, bhs belanda), ialah memindahkan darah
dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya.
Masalah transfusi darah Islam tidak melarang seorang
muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan
komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang
memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada
palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.Pada dasarnya, darah
yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis mutawasittah menurut
hukum islam.Maka agama islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.Dan keterangan tentang haramnya mempergunakan darah,
terdapat pada beberapa ayat yang dhalalahnya shahih.Antara lain berbunyi
:“Diharamkan bagimu (mempergunakannya) bangkai, darah, daging babi, daging
hewan yang disembelih bukan atas nama
Allah”(Q.S. Al Maidah :3).
Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia
untuk mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali
tidak ada bahan lagi yang dapat
dipergunakaanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh
dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan;
misalnya seseorang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu
debolehkan dalam islam untuk menerima darah
dari orang lain, yang disebutnya “Transfusi Darah”.Hal tersebut, sangat
dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat,
sebagaimana keterangan Qaidah fiqhiyah yang berbunyi :“Perkara hajat
(kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan
hukum islam), baik bersifat umum maupun khusus”.Dan dalam kaidah
Fiqhiyah selanjutnya yang berbunyi : Tidak ada yang haram bila berhadapan
dengan yang hajat (kebutuhan).Maksud yang terkandung dalam kedua Qaidah
Fiqhiyah tersebut diatas adalah menunujukan bahwa islam membolehkan hal-hal
yang bersifat makruh dan yang haram bila
berhadapan dengan yang hajat dan darurat.Dan membolehkan transfusi darah
untuk menyelamatkan pasien karena keadaan darurat yang tertentu.
Akan tetapi kebolehannya hanya sebatas pada transfusi
darah saja.Bila dalam keadaan darurat yang dialami oleh seseorang maka Agama islam
membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang lain maka agama islam
melarangnya. Karena dibutuhkannya hanya untuk ditransfer kepada pasien saja.Hal
ini sesuai dengan maksud Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi :”Sesuatu yang
dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan)
untuk mengatasi kesulitan tertentu”.
Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama
dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku/bangsa tertentu, dan lain
sebagainya.Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal
kemanusiaan yang dapat dihargai dan dianjurkan (recommanded/mandub) oleh Islam,
sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia.Sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Maidah ayat 32 :”Dan Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah ia memelihara kehidupan
manusia semuanya.”
Adapun dalil syar‟i yang biasa
menjadi pegangan untuk membolehkan transfusi darah tanpa mengenal batas agama dan lain
sebagainya,berdasarkan kaidah hukum Fiqh
Islam yang berbunyi :”Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu boleh
hukumnya kecuali kalau ada dalil yang
mengaramkannya..Jadi, boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim
untuk orang non-muslim (katolik, hindu, dan sebagainya), dan sebaliknya demi menolong
dan memuliakan/ menghormati harkat dan martabat manusia (human dignity).Namun
untuk memperoleh maslahah dan menghindari mafsadah (bahaya/resiko), baik bagi
donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah
itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan
kedua-duanya, terutama kesehatan donor darah harus benar-benar bebas dari
penyakit menular yang dideritanya, seperti AIDS.
Jelaslah, bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi
darah itu berkaitan dengan masalah medis, bukan masalah agama. Persyaratan
medis ini harus dipenuhi, karena adanya kaidah-kaidah hukum Islam sebagai
berikut :
1. Bahaya kebutaan harus dihindari dengan berobat dan
sebagainya.
2. Bahaya itu itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya
lain (yang lebih besar bahayanya).Misalnya seorang yang memerlukan transfusi
darah karena kecelakaan lalu lintas, atau operasi, tidak boleh menerima darah
orang yang menderita AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya yang lebih fatal.
3. Tidak boleh membuat mudarat kepada dirinya sendiri
dan tidak boleh membuat mudarat kepada orang lain.Misalnya seseorang pria yang
impoten atau terkena AIDS tidak boleh kawin sebelum sembuh.Adapun hubungan
antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa
akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien.Sebab
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana
tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu :
1. Mahram karena adanya
hubungan nasab.Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau saudaranya
sekandung, dan sebagainya..
2. Mahram karena
adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang dengan
mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya.
3. Mahram karena
adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan
wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.
Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan
bahwa selain wanita-wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal
dinikahi.Sebab tidak ada hubungan kemahraman.Maka jelaslah bahwa transfusi darah
tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien. Karena
itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh hukum
Islam.Selain, masalah hukum donor dan transfusi darah, di lapangan juga muncul
praktik jual beli darah baik dilakukan secara resmi oleh pihak PMI maupun
ilegal oleh oknum.Bahkan tidak jarang secara personal terjadi transaksi
jual-beli darah.
Mengingat semua jenis darah termasuk darah manusia itu
najis berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis
yang ada manfaatnya bagi manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan
rabuk.Menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli
barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan.Namun pendapat yang
paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis di samping
bukan termasuk barang yang dibolehkan untuk diperjualbelikan karena termasuk
bagian manusia yang Allah muliakan dan tidak pantas untuk diperjualbelikan,
karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal
kemanusiaan semata,guna menyelamatkan jiwa sesama manusia.Karena itu,
seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang, karena bertentangan dengan
moral agama dan norma kemanusiaan.
1) Penolakan Tentang Transfusi Darah
Menurut pandangan almarhum Mufti Syafi transfusi darah
merupakan sesuatu yang haram karena
darah sebagai bagian dari tubuh manusia, maka pengambilan dan pentransfusiannya
kedalam sistem darah orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir
manusia, oleh karenanya dilarang.Darah sebagai benda najis, darah yang diambil
dari tubuh seseorang pada dasarnya najis.
2) Kelenturan peraturan hukum beberapa tokoh
a.
Menurut Mufti Syafi
Mufti Syafi menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan
kelonggaran dan kemudahan yang diberikan syariat kepada kondisi-kondisi luar
biasa yaitu yang mengancam jiwa, bagi upaya pengobatan, maka transfusi darah
hukumnya boleh (jaiz). Mufti Syafi menerangkan bahwa darah diambil dengan
jarum, tanpa mengiris bagian tubuh manapun lalu di transfusikan ke dalam tubuh
orang lain untuk memperpanjang hidupnya. Selain itu berpendapat juga bahwa
meskipun darah termasuk benda najis, namun transfusi darah untuk di
transfusikan pada orang lain hukumnya boleh atas dasar keterdesakan, hal ini
termasuk dalam kategori memanfaatkan benda terlarang sebagai obat.Ketentuan-ketentuan
pembolehan transfusi darah:
Ø Transfusi darah hanya boleh
dilakukan jika ada kebutuhanmendesak untuk itu.
Ø Tranfusi darah boleh dilakukan
ketika tidak membahayakan kondisi di pasien tetapi, dalam pandangan dokter yang
berkompeten pasien tidak mungkin disembuhkan tanpa transfusi darah.
Ø Jika memungkinkan, lebih baik
untuk memilih cara yang tidak melibatkan transfusi darah
Ø Transfusi darah tidak
diperbolehkan jika tujuannya hanya utnuk peningkatan
kesehatan.
b.
Menurut Syeh Ahmad Fahmi Abu
Sinnah
Pengambilan darah dari tubuh donor yang
pentransfusinya kedalam tubuh resifien sama sekali tidak merusak martabat
manusia malah sebaliknya, karena menolong sesama manusia adalah sesuatu yang
mulia apalagi menolong orang yang terancam jiwanya.Syarat-syarat yang harus
dipenuhi yaitu:
Ø Donor secara ikhlas berniat
mendonorkan darahnya.
Ø Tidak ada
bahaya serius yang mengancam jiwa atau kesehatan donor akibat transfusi darah.
Ø Harus sudah dipastikan bahwa
tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawa resifien kecuali dengan
transfusi itu.
Ø Derajat keberhasilan melalui
pengobatan tersebut diperkirakan tinggi.
c.
Menurut Dr. Abd Al-Salam
Al-Syukri
Transfusi darah merupakan praktik yang diperbolehkan
dan bergantung pada hal-hal berikut:
Ø Donor tidak boleh menuntut
imbalan finansial dalam bentuk apapun.
Ø Hidup donor sama sekali tidak
terganggu setelah darah tidak diambil dari tubuhnya.
Ø Donor harus bebas dari segala
macam penyakit menural,dan tidak menderita kecanduan sesuatu.
d.
Menurut Syeh Jad Al-Haqq
Syariat memperbolehkan mengambil manfaat dari tubuh
seseorang seperti darah dan menstranfortakan darah ke tubuh orang lain untuk
pengobatan,dengan syarat bahwa tidak ada cara pengobatan
lain yang bisa d tempuh.
3)
Jenis-jenis pendonor dan hukumnya






E.
Hukum Jual Beli Darah
Imam Abu Hanifah dan Zahiri membolehkan
menjual-belikan benda najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan seperti
serbuk.Secara analogis mazhab ini membolehkan jual beli darah karena besar manfaatnya
bagi manusia untuk keperluan transfusi darah untuk keperluan operasi dan sebagainya.Namun
Imam Syafi‟i mengharamkan jual beli benda najis termasuk darah . Ayat Al-Qur‟an menyatakan secara tegas bahwa darah
termasuk benda yang diharamkan.Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah”.(QS. Al-Maidah ayat 3).
Menurut pendapat Prof.Drs. H. Marzuki Zuhdi mengatakan
bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan termasuk barang
yang dibolehkan untuk diperjualbelikan karena termasuk bagian manusia yang
Allah muliakan dan tidak pantas untuk diperjualbelikan, karena bertentangan
dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan
jiwa sesama manusia.Karena itu seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang,
karena bertentangan dengan moral agama dan Norma kemanusiaan.Menurut Drs. H.
Mahyudin, M..Pd.I juga berpendapat tentang jual beli darah yang dilakukan oleh
Tim medis itu bahwa dibolehkan oleh islam bila seseorang menerima bantuan darah
dibebani biaya untuk administrasi dan imbalan jasa kepada dokter. Dengan
cara pengumpulan dana dari pasien, berarti Yayasan atau Badan yang bergerak
dalam pengumpulan darah dari para donor dapat menjalankan tugasnya dengan
lancar.Sebab dana-dana tersebut dapat digunakan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dalam tugas-tugas operasional yayasan atau badan tersebut termasuk gaji
perawat, biaya peralatan medis dan perlengkapan lainnya.Tentu saja dana yang dipergunakan untuk biaya hidup para pegawai dan karyawan
atau badan yang mengelolanya.
F. Hukum Menerima/Memberikan Darah Kepada Non Muslim
Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama
dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku/bangsa tertentu, dan lain sebagainya. Karena menyumbangkan darah dengan
ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang dapat dihargai dan
dianjurkan oleh Islam sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia.Sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi :”Barang siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan
manusia semuanya.”
Adapun dalil syar‟i yang biasa
menjadi pegangan untuk membolehkan transfusi darah tanpa mengenal batas agama dan lain sebagainya, berdasarkan kaidah hukum Fiqh Islam
yang berbunyi : “Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu boleh
hukumnya kecuali kalau ada dalil yang mengaramkannya.Jadi, boleh saja
mentransfusi darah seseorang untuk orang nonmuslim dan sebagainya demi menolong
dan memuliakan/menhormati harkat dan martabat manusia (human dignity).”
BAB II
PENUTUP
a. Kesimpulan
Hukum donor darah itu diperbolehkan,karena tidak ada dalil yang
melarangnya, baik Al-Qur'an maupun hadits. Namun demikian tidak berarti, bahwa
kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja.Sebab bisa
saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi karena ada
hal-hal yang dapat membahayakan resipien,maka akhirnya menjadi terlarang,maka
berarti transfusi darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika
dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama
manusia.
Transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari hukum menjualbelikan darah
sebagaimana sering terjadi dalam prakteknya di lapangan.Mengingat semua jenis
darah termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan
Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia,
seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk.Menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri,
Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran
hewan. Maka secara analogi (qiyas) mazhab ini membolehkan jual beli darah
manusia karena besar sekali manfaatnya untuk menolong jiwa sesama manusia, yang
memerlukan transfusi darah.
b.
Saran
Sebagaimana
kata orang tidak ada gading yang tak retak oleh
karenanya makalah ini yang
berkenaan dengan “Asidosis Metabolik dan
Asidosis Respiratorik”belum mendekati sempurna,
maka dari itu diperlukan saran yang berarti dan membangun untuk
kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya serta
penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan Budi
Utomo,
dakwatuna.com/2009/08/3662/donor-dan-transfusi-darah-serta-hukum-bisnis-stok-darah
Zakiyah Rahmi, www.tafany.wordpress.com/2009/06/12/transfusi-darah
Ahmad Sarwat, Fatwa Syeikh
Husamuddin bin Musa 'Ufanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar