Jumat, 11 April 2014

asuhan keperawatan kista ovarium



  1. Pengertian Kista Ovarium


Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000).Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi ( Lowdermilk, dkk. 2005 : 273 ).
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium ( Smelzer and Bare. 2002 : 1556 ).Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik ( Sjamsoehidayat. 2005: 729 ).
  1. Etiologi
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa factor pemicu yaitu:
  1. Gaya hidup tidak sehat diantaranya konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat, zat tambahan pada makanan, kurang olah raga, merokok dan konsumsi alcohol, terpapar dengan polusi dan agen infeksius, sering stress, zat polutan.
  2. Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
  1. Klasifikasi
1.      Kista Fungsional : Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seperti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur.Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bulan.
2.      Kista Dermoid : Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista
terpuntir/ pecah.
3.      Kista Cokelat (Edometrioma) : Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid,lapisan tersebut menghasilkan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.
4.      Kistadenoma : Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat
menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama
pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.Contoh Kistadenoma
:
a.       Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler
perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar
kista musinosum.Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum.
  1. Kistadenoma ovarii musinosum
Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi sangat bersar.Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif
sehingga timbul pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal.
Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus
bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan  atau tanpa salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista.
  1. Tanda dan gejala
Kebayakan tumor ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala. Sebagian besar gejala yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas hormone atau komplikasi tumor tersebut.Pada stadium awal gejalanya dapat berupa ; 
  1. Gangguan haid
  2. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi  konstipasi atau sering berkemih.
  3. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
  4. Nyeri saat bersenggama
Pada stadium lanjut ; Asites, penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati), perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air besar dan kecil dan serta sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.
  1. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
  1. Pemeriksaan Penunjang
  1. Laparaskopi : Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.
  2. Ultrasonografi : Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
  3. Foto Rontgen : Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.
  4. Parasentesis : Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites.Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan cavum peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk. (Wiknjosastro, et.all, 1999)
  5. Pap smear : Untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker/kista.
  1. Penatalaksanaan
  1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
  2.  
  3. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
  4.  
  5.  
  6. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
  7. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:273 ).
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all, 1999).
Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional Ibu. (Hlamylton, 1995).
Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran (Long, 1996).
  1. Komplikasi
Menurut manuaba ( 1998:417 ) komplikasi dari kista ovarium yaitu :
1.      Perdarahan intra tumor : Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan yang cepat.
2.      Perputaran tangkai : Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.
3.      Infeksi pada tumor : Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari.
4.      Robekan dinding kista : Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah kedalam rungan abdomen.
5.      Keganasan kista ovarium : Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45 tahun.


ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Pengkajian
Menurut doenges ( 2000.997 ) hal - hal yang terus terkaji pada klien dengan post operasi laparatomi adalah :
  1. Data biografi klien
  2. Aktivitas / Istirahat : Kelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan jam kebisaan tidur, adanya factor -faktor yang mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.
  3. Sirkulasi : Palpitasi, nyeri dada, perubahan pada TD
  4. Integritas ego : Factor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri.
  5. Eliminasi : Perubahan pada pola defekasi misal:darah pada feces,nyeri pada defekasi, perubahan eliminasi urinarius misalnya: nyeri, perubahan pada bising usus.
  6. Makanan / cairan : Anoreksia, mual / muntah.intoleransi makanan, perubahan pada berat badan penurunan BB, perubahan pada kelembaban / turgor kulit, edema.
  7. Neurosensori : Pusing, sinkop
  8. Nyeri / kenyamanan : Tidak ada nyeri / derajat bervariasi misalnya : ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat ( dihubungkan dengan proses penyakit ).
  9. Pernapasan : Merokok, pemajanan abses
  10. Keamanan : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit / ulserasi.
  11. Seksualitas : Perubahan pada tingkat kepuasan
  12. Interaksi social : Ketidak adekuatan / kelemahan system pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran.
  13. Penyuluhan / pembelajaran : Riwayat penyakit pada kelurga, riwayat pengobatan, pengobatan sebelumnya atau operasi.

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen
  2. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
  3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangakatan bedah kulit.( jaringan, perubahan sirkulasi).
  4. Gangguan eliminasi urine (retensio)berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnya, gangguan sensorik/motorik.
  1. Intervensi Keperawatan
  1. Diagnosa I : Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.
Tujuan                   : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil         : skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda vital normal.
INTERVENSI
RASIONAL
  1. kaji tingkat dan intensitas nyeri.
  2. Atur posisi senyaman mungkin.
  3. Kolaborasi untuk pemberian obat analgetik.
  4. Ajarkan dan lakukan telhnik relaksasi.
  1. mengidentifikasi lingkup masalah.
  2. Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri.
  3. Menghilangkan rasa nyeri.
  4. Merelaksasi otot-otot tubuh.

2. Diagnosa II : Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
Tujuan                    : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil         : tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit).

INTERVENSI
RASIONAL
  1. pantau dan observasi terus tentang keadaan luka operasi.
  2. Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik dan antiseptik.
  3. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
  1. deteksi dini tentang terjadi nya infeksi yang lebih berat.
  2. Menekan sekecil mungkin sumber penularan eksterna.
  3. Membunuh mikro organisme secara rasional.

3. Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah kulit.( jaringan, perubahan sirkulasi).
Tujuan                   : Tidak terjadi kerusakan kulit yang berat.
Kriteria hasil         :kulit tidak terlihat berwarna merah
INTERVENSI
RASIONAL
  1. Kaji balutan / untuk karakteristik drainase, kemerahan dan nyeri pada insisi dan lengan.
  2. Tempatkan pada posisi semi fowler pada punggung / sisi yang tidak sakit dengan lengan tinggi dan disokong dengan bantal.
  3. Jangan melakukan pengukaran TD, menginjeksikan obat / memasukan IV pada lengan yang sakit.
  1. Untuk melihat terjadi nya kerusakan kulit setelah operasi.
  2. Untuk mengurangi rasa nyeri yang di rasakan pasien.
  3. Agar tidak terjadi kerusakan dan nyeri yg lebih kuat.

4. 4. Diagnosa IV : Ganguan eliminasi urine (retensio)berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnya, gangguan sensorik/motoric.
Tujuan                 : pola eliminasi urine kembali normal.
Kriteria hasil       : Klien memehami terjadinya retensi urine dan klien bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi retensi urine.


INTERVENSI
RASIONAL
  1. Catat pola niksi dan monitor pengeluaran urine.
  2. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
  3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi.
  4. Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim kelaboratorium untuk analisa data.
  5. Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan.
  1. Melihat perubahan pola eliminasi urine.
  2. Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien.
  3. Mencegah terjadinya retensi.
  4. Mengetahui seberapa banyak urine yang dikeluarkan dan mengetahui dalam urine adanya batu atau tidak.
  5. Mendorong urine untu keluar.






DAFTAR PUSTAKA
Bagian obstetric dan Ginekologi F.K. Unpad. 1993. Ginekologi Elster : Bandung Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan. Terjemahan Monica Ester. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilyn E (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta .
Doenchoelter, Johan H (1988). Ginekologi Greeenhill. Terjemahan Chandra Sanusi. Edisi 120. EGC. Jakarta.
Kamus Kedokteran Dorland. Cetakan I. 1998. Terjemahan Poppy Kumala. EGC. Jakarta.
Media Aesculapius. (2000).  Kapita Selekta Kedokteran.  Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius. FKUI.