Jumat, 04 Oktober 2013

RHEUMATIK HEART DISEASE

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
RHD atau yang lebih dikenal dengan Reumatik Heart Disease terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.
B.     Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam hal-hal yang berhubungan dengan penyakit pada anak-anak maupun dewasa yaitu Reumatik Heart Disease
 


  
  

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
 REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )
A.     Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.
B.     Penyebab / Faktor Predisposisi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD :
a.       Faktor-faktor pada individu
    • Faktor Genetik
    • Jenis Kelamin
    • Golongan Etnik dan Ras
    • Umur
b.      Faktor-faktor lingkungan
    • Keadaan sosial ekonomi yang buruk
    • Iklim dan geografis
    • Cuaca                                                    
C.     Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :
1.                          Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
2.                          Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
3.                          Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4.                          Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III.
D.    Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis
a.       Kriteria Mayor
1.         Carditis
2.         Polyarthritis
3.         Khorea Syndenham
4.         Eritema Marginatum
5.         Nodul Subcutan
b.      Kriteria Minor
1.         Memang mempunyai riwayat RHD
2.         nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3.         Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4.         Leukositosis
5.         Peningkatan laju endap darah ( LED )
6.         C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7.         P-R interval memanjang
8.         Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9.         Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
E.     Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
ü  Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
ü  Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
ü  Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
ü  Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
ü  Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
F.      Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabkan demam rematik.
G.    Therapy / Penatalaksanaan
1.      Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
2.      Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan  pemberian injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler.
3.      Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya.
4.      Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
5.      Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
6.      Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
7.      Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN REUMATIK HEART DISEASE
A.     Pengkajian
Data fokus:
*      Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
*      Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
*      Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
*      Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
*      Arthralgia, gangguan fungsi sendi
*      Kelemahan otot
*      Akral dingin
*      Mungkin adanya sesak.
Manifestasi khusus:
*      carditis:
a)      takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
b)      kardiomegali
c)      suara bising katup ( suara sistolik )
d)      perubahan suara jantung
e)      perubahan ECG (PR memanjang)
f)        Precordial pain
g)      Precardial friction rub
h)      Lab : leukositosis, LED meningkat,  peningkatan ASTO,.
*      Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan fungsi sendi )
*      Nodul subcutaneous:
Timbul benjolan  dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap dan terdapat pada permukaan ekstensor persendian.
*      Khorea:
Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat, emosi labil dan kelemahan otot.
*      Eritema marginatum:
a)      Bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
b)      Bercak merah dapat berpindah lokasi à tidak permanen
c)      Eritema bersifat non pruritus
B.       Diagnosis Keperawatan
1.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup ).
2.    Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
3.    Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial.
4.    Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat.
C.       Rencana Tindakan Keperawatan
1.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan: Penurunan curah jantung dapat  diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.



Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.




Batasi aktifitas secara adekuat.




Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.


Kolaborasi untuk pemberian oksigen

Kolaborasi untuk pemberian digitalis

Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan terjadinya takikardia-disritmia sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3.     
Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
4.     
Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
5.     
Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan mencegah hipoksia.
Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung.

2.      Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu, contoh: cemas, bingung, letargi, pingsan.

Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.   Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernapasan.


3.      Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala 1-10 )

Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu)

Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman

Kompres dengan air hangat jika diindikasikan
Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam, Guid imageri,visualisasi )

Kolaborasi untuk pemberian analgetik

Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi

Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi
Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan sekitar


Menghambat kerja reseptor nyeri

Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.
Menghilangkan nyeri
4.      Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.


Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.

Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal Jika memungkinkan

Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.


Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD

Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.

Kolaborasi untuk pemberian obat bronkodilator
Menyatakan adanay kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru
Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasibjalan nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru


DAFTAR PUSTAKA
Buku pegangan praktek klinik, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi Pertama, penerbit CV Sagung Seto, jakarta.Betz, Cecily L, (2002). Buku saku keperawatan pediatri, alih bahasa Jan Tambayong, EGC, jakarta.

Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan
Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan
Baradero Mery spc. MN.dkk. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskuler

Tidak ada komentar: