KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
RHD atau yang lebih dikenal dengan
Reumatik Heart Disease terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru
demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia
6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab,
lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara
dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian
lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah
sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari
seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD
cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum
usia 40 tahun.
B. Tujuan
Untuk
mengetahui lebih dalam hal-hal yang berhubungan dengan penyakit pada anak-anak
maupun dewasa yaitu Reumatik Heart Disease
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN
REUMATOID HEART DISEASE ( RHD
)
A.
Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD )
merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang didapat,baik pada anak
maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering diawali
oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan
kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira
dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah
suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh,
terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan
autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan
subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh
infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.
B.
Penyebab / Faktor Predisposisi
Penyebab secara pasti dari RHD belum
diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran
napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang
pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian
menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody
dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai antigen
sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi
yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD :
a.
Faktor-faktor pada individu
- Faktor Genetik
- Jenis Kelamin
- Golongan Etnik dan Ras
- Umur
b.
Faktor-faktor lingkungan
- Keadaan sosial ekonomi yang buruk
- Iklim dan geografis
- Cuaca
C.
Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi
streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera jantung bukan
merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini
menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi
yang belum terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :
1.
Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah
faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
2.
Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin
o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
3.
Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan
penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4.
Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan
membrane sel-sel miokardium yang terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik,
tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya
antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan
sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II
yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi
tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk
melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III.
D. Manifestasi
Klinis dan Kriteria diagnosis
a.
Kriteria Mayor
1.
Carditis
2.
Polyarthritis
3.
Khorea Syndenham
4.
Eritema Marginatum
5.
Nodul Subcutan
b.
Kriteria Minor
1.
Memang mempunyai riwayat RHD
2.
nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi,
klien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3.
Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan
pola tidak tentu
4.
Leukositosis
5.
Peningkatan laju endap darah ( LED )
6.
C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7.
P-R interval memanjang
8.
Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping
pulse )
9.
Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
E. Pemeriksaan
Diagnostik / Penunjang
ü Pemeriksaan
laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
peningkatan ASTO, peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis,
dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
ü Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya
pembesaran pada jantung.
ü Pemeriksaan
Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
ü Pemeriksaan
Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
ü Hapusan
tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
F. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari
demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden
penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic
efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabkan demam rematik.
G. Therapy /
Penatalaksanaan
1.
Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan
keadaan jantungnya.
2.
Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis
terhadap kuman sterptococcus dengan pemberian injeksi Benzatine
penisillin secara intramuskuler.
3.
Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau
prednison tergantung keadaan klinisnya.
4.
Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
5.
Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik
saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata
khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
6.
Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya
tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis
0,04-0,06 mg/kg BB.
7.
Pemberian diet
bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN REUMATIK HEART
DISEASE
A.
Pengkajian
Data fokus:








Manifestasi khusus:

a) takikardia
terutama saat tidur ( sleeping pulse )
b) kardiomegali
c) suara bising
katup ( suara sistolik )
d) perubahan
suara jantung
e) perubahan
ECG (PR memanjang)
f)
Precordial pain
g) Precardial
friction rub
h) Lab :
leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.

Nyeri dan nyeri tekan disekitar
sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan fungsi sendi )

Timbul benjolan dibawah kulit,
teraba lunak dan bergerak bebas,muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap
dan terdapat pada permukaan ekstensor persendian.

Pergerakan ireguler pada ekstremitas,
involunter dan cepat, emosi labil dan kelemahan otot.

a) Bercak kemerahan
umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
b) Bercak merah
dapat berpindah lokasi à tidak permanen
c) Eritema
bersifat non pruritus
B. Diagnosis
Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya
gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup ).
2.
Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan
dengan penurunan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh
darah.
3.
Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran
sinovial.
4.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat.
C. Rencana
Tindakan Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup
)
Tujuan: Penurunan
curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria
hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter
hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan
episode dispnea,angina. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4
jam.
Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan
pucat.
Batasi aktifitas secara adekuat.
Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Kolaborasi untuk pemberian digitalis
|
Memonitor
adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan terjadinya takikardia-disritmia
sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer
terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat
adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3.
Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki
efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
4.
Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
5.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard
dan mencegah hipoksia.
Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard
dan menurunkan beban kerja jantung.
|
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan
metabolism terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada
sianosis, Tidak ada edema
Intervensi
dan rasional :
Intervensi
|
Rasional
|
Selidiki
perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu, contoh: cemas, bingung,
letargi, pingsan.
Lihat
pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
Pantau
pernapasan, catat kerja pernapasan.
|
Perfusi
serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi
oleh elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
Vasokontriksi
sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan
distress pernapasan.
|
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital
dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien
tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala
1-10 )
Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu)
Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri
posisi yang nyaman
Kompres dengan air hangat jika diindikasikan
Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam,
Guid imageri,visualisasi )
Kolaborasi untuk pemberian analgetik
|
Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan
intervensi
Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi
sebagai dasar dan pengawasan intervensi
Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan
sekitar
Menghambat kerja reseptor nyeri
Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan
rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.
Menghilangkan nyeri
|
4. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah
diparu akibat pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan
bantal Jika memungkinkan
Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai
indikasi.
Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.
Kolaborasi untuk pemberian obat bronkodilator
|
Menyatakan
adanay kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
Membersihkan
jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
Menurunkan
komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang
dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru
Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaran gas.
Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasibjalan
nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti
paru
|
DAFTAR PUSTAKA
Buku pegangan praktek klinik, Asuhan Keperawatan pada
Anak, Edisi Pertama,
penerbit CV Sagung Seto, jakarta.Betz, Cecily L, (2002). Buku saku
keperawatan pediatri, alih bahasa Jan Tambayong, EGC, jakarta.
Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan
Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan
Baradero Mery
spc. MN.dkk. 2008. Klien Gangguan
Kardiovaskuler
Tidak ada komentar:
Posting Komentar