Minggu, 06 Oktober 2013

Pengambilan Sampel Urine


Pengambilan Sampel Urine (mikrobiologi)
BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Sekarang ini, banyak penyakit yang bertambah dan merajalela dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, penyakit infeksi tetap menjadi primadona penyakit yang paling sering menyerang manusia.

Penyakit infeksi yang ditimbul sering diakibatkan mikroorganisme yang bersifat patogen. Dalam pemeriksaan penyakit infeksi, biasanya dilakukan pemeriksaan fisik dan anamnese guna menemukan etiologi penyakit. Cara lain dalam menegakkan diagnosa guna menemukan mikroorganisme apa yang menjadi penyebab suatu penyakit adalah dengan cara pemeriksaan spesimen.

Oleh karena itu, bagi orang yang berprofesi dalam bidang kesehatan, misalnya dokter,Perawat, Bidan harus mengetahui dan memahami betul cara pengelolaan spesimen klinik. Sebagai mahasiswi, tentunya juga harus memahami betul cara pengelolaan/penanganan spesimen.Yang harus diperhatikan dalam hal pengelolaan spesimen adalah: Cara Pengambilan/Penyimpanan/Pengiriman specimen .

Adapun tujuan dari pemahaman cara pengelolaan spesimen tersebut adalah agar spesimen dapat memberikan hasil yang akurat dalam pemeriksaan secara makroskopis/mikroskopis dan spesimen tidak rusak dalam rentang waktu pengiriman ke laboratorium.Salah satu hal paling penting yang mendasari cara pengelolaan spesimen yaitu harus diperhatikan tujuan pengambilan spesimen. Spesimen diambil apakah untuk pemeriksaan mikrobiologi/patologi klinik/patologi anatomi/parasitologi. Hal ini harus diperhatikan sebab prosedur pengelolaan spesimen pada setiap bidang pastilah berbeda. Misalnya, antikoagulan EDTA digunakan dalam laboratorium patologi klinik, tidak boleh untuk pemeriksaan mikrobiologi karena dapat mematikan kuman.

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas.Oleh karena itu, di dalam makalah ini, kita akan membahas pengertian urine, bagaimana teknik atau cara pengambilan sampel urine yang benar dan parameter-parameter yang ada dalam pemeriksaan sampel urine.



BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Urine

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.Secara umum urin berwarna kuning.

Urine encer warna kuning pucat (kuning jernih), urine kental berwarna kuning pekat, dan urine baru/segar berwarna kuning jernih.Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh.Urin berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia.Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002 – 1,035.

Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum,
kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badanketon zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb).

Volume urin normal per hari adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi
banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.

Tujuan dari pemeriksaan spesimen urin adalah

1.      Untuk mengetahui adanya kelainan urin secara langsung. Urin akan diambil sebagai spesimen atau sampel laboratorium apabila diperlukan. Beberapa kasus yang memerlukan sampel urin adalah diabetes, proteinuria, dan adanya gangguan ginjal.

2.      Untuk membantu penegakan dini diagnosa awal.

Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.

  1. Faktor yang Mempengaruhi Proses Urinasi

a.      Faktor Internal

1)      Hormon Antideuritik (ADH)

Hormon antideuritik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofifis (neuroehipofisis). Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus menerus mengendalikan tekananan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi  air pada tubulus  kontortus distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara bekerja dan pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antideuritik.

Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ke ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga mengkatkan permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar sel saluran pengumpul. Dengan demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun akibatnya, urine yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat.

2)      Hormon Insulin

Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans dalam pankreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis (diabetes mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Akibatnya terjadi gangguan reabsorpsi didalam  urine masih terdapat glukosa.

3)      Saraf

Stimulus pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus afferen. Hal ini menyebabkan aliran darah ke glomerulus menurun dan tekanan darah menurun sehingga filtrasi kurang efektif. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.

4)      Tonus otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.

5)      Usia

Pengeluaran urine usia balita lebih sering karena balita belum bisa mengendalikan rangsangan untuk miksi dan makanan balita lebih banyak berjenis cairan sehingga urine yang dihasilkan lebih banyak sedangkan pengeluaran urin pada lansia lebih sedikit karena setelah usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10% tiap tahun.

b.      Faktor Eksternal

1)      Zat-zat diuretik 

Misalnya teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat reabsorpsi ion Na+. Akibatnya ADH berkurang sehingga reabsorpsi air terhambat dan volume urin meningkat.

2)      Suhu lingkungan

Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.

3)      Gejolak emosi dan stress

Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air kecil.

4)      Jumlah air yang diminum

Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika meminum banyak air, konsentrasi air dalam darah akan tinggi, dan kosentrasi protein dalam darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urine yang dihasilkan akan meningkat dan encer.

5)      Kondisi penyakit

Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

6)      Life Style dan aktivitas

Seorang yang suka berolahraga, urine yang terbentuk akan lebih sedikit dan lebih pekat karena cairan lebih banyak digunakan untuk membentuk energi sehingga cairan yang dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat.

C.     Pemeriksaan Urine

Yang dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit.

1.      Pemeriksaan Makroskopik

Tes makroskopik dilakukan dengan cara visual. Pada tes ini biasanya menggunakan reagen strip yang dicelupkan sebentar ke dalam urine lalu mengamati perubahan warna yang terjadi pada strip dan membandingkannya dengan grafik warna standar. Tes ini bertujuan mengetahui Warna, Kejernihan, bau,Volume pH, berat jenis (BJ), glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, darah, keton, nitrit dan lekosit esterase.

a)      Volume urine

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri.

Bila volume urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah -muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal

b)      Warna urin

Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin.

c)      Berat jenis urin

Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'

d)      Bau urin

Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria.

e)      pH urin

Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa

2.      Pemeriksaan Mikroskopik

Tes mikroskopik dilakukan dengan memutar (centrifuge) urin lalu mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui : (1) unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir; (2) unusur anorganik (kristal, garam amorf); (3) elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa).Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit.

a)      Eritrosit.

Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urine. Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.

b)      Lekosit.

Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urine adalah 0 – 4 sel. Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau tumor.

c)      Epitel

Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.

d)      Silinder (cast)

Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal.

e)      Kristal

Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urine (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu.

f)       Silindroid

Ini adalah material yang menyerupai silinder. Tidak memiliki arti yang banyak, mungkin sekali berrati adanya radang yang ringan.

g)      Benang lendir (mucus filaments)

Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih.

h)      Spermatozoa

Bisa ditemukan dalam urin pria atau wanita dan tidak memiliki arti klinik.

i)        Bakteri

Bakteri yang dijumpai bersama lekosit yang meningkat menunjukkan adanya infeksi dan dapat diperiksa lebih lanjut dengan pewarnaan Gram atau dengan biakan (kultur) urin untuk identifikasi. Tetapi jika ada bakteri namun sedimen “bersih”, kemungkinan itu merupakan cemaran (kontaminasi) saja.

j)        Sel jamur

Menunjukkan infeksi oleh jamur (misalnya Candida) atau mungkin hanya cemaran saja.

k)     Trichomonas sp.

Ini adalah parasit yang bila dijumpai dalam urin dapat menunjukkan infeksi pada saluran kemih pada laki-laki maupun perempuan.

3.      Pemeriksaan Kimia Urin

Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit.

a)      Pemeriksaan glukosa

Dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.

b)      Benda- benda keton

Dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13-hidroksi butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar. Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam asetoasetat lebllh dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urin mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan.

Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi.

c)      Pemeriksaan bilirubin

Dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat.

Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.

d)      Pemeriksaan urobilinogen

Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh.

Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi.

D.    Jenis Sampel Urine

1.      Urine sewaktu / urine acak (random).

Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus. Mungkin sampel encer, isotonik, atau hipertonik dan mungkin mengandung sel darah putih, bakteri, dan epitel skuamosa sebagai kontaminan. Jenis sampel ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa pendapat khusus.

2.      Urine pagi

Pengumpulan sampel pada pagi hari setelah bangun tidur, dilakukan sebelum makan atau menelan cairan apapun. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan. Urine pagi baik untuk pemeriksaan sedimen dan pemeriksaan rutin serta tes kehamilan berdasarkan adanya HCG (human chorionic gonadothropin) dalam urine.

3.      Urine tampung 24 jam

Urine tampung 24 jam adalah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu wadah. Urine jenis ini biasanya digunakan untuk analisa kuantitatif suatu zat dalam urine, misalnya ureum, kreatinin, natrium, dsb. Urine dikumpulkan dalam suatu botol besar bervolume 1.5 liter dan biasanya dibubuhi bahan pengawet, misalnya toluene.

E.     Prosedur Pengumpulan Sampel Urine

Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar.

Spesimen urine yang ideal adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urin dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar uretra agar tidak mencemari spesimen urine.

Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen.

Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (mis. keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara pengumpulan sampel urine; mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah pengumpulan sampel; menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien anak-anak mungkin perlu dipengaruhi/dimaotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada genitalia.

Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus, misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah, diperlukan kateterisasi kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1 - 2 % risiko infeksi dan menimbulkan trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter, lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol 70%. Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml. Masukkan urine ke dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke laboratorium.

Untuk mendapatkan informasi mengenai kadar analit dalam urine biasanya diperlukan sampel urine 24 jam. Cara pengumpulan urine 24 jam adalah :

  • Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urin pagi pertama. Catat tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode selanjutnya ditampung.
  • Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi feses pada sampel urin wanita.
  • Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah, pengumpulan urin dihentikan.Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

    Colby, 1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta,

             EGC







    wilmar musram, 2000, Praktikum Urine, Penuntun Praktikum Biokimia, Widya Medika, Jakarta.


    Gandasubrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. 2004

Tidak ada komentar: