Jumat, 13 Desember 2013

rheumatoid arthritis juvenil



BAB I
PEINDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan  dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis“. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal.
B.     Tujuan
Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi D III Keperawatan, mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Rheumatoid Arthritis Juvenil.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Rheumatoid Arthritis Juvenil
Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis (pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik.
Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.
B.     Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi.Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1.      Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus
2.      Endokrin
3.      Autoimmun
4.      Metabolik
5.      Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C.     Patofisiologi
Arthritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang non supuratif. Jaringan sinovila yang terkena edematoda, hiperemis, dan infiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Bertambahnya sekresi cairan sendi menimbulkan efusi. Penonjolan dari membran sinovialis yang menebal membentuk vili yang menonjol ke dalam ruang sendi; reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan melekat pada kartilago artikuler. Pada sinovitis kronis dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi lainnya dapat tererosi dan rusak secara progresif. Lamanya sinovitis sebelum sendi menjadi rusak secara permanen, bervariasi pada umumnya, kerusakan kartilago artikuler terakhir dalam perjalanan JRA terjadi lebih belakangan daripada penyakit yang mulai timbul pada/dimulai dewasa, dan banyak anak menderita JRA tidak pernah mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama.
Penghancuran sendi terjadi lebih sering pada anak dengan penyakit faktor reumatoid positif atau penyakit yang timbul/dimulai secara sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang subkhondral, penyempitan “rung sendi” (kehilangan kartilago artikulera), penghancuran atau fusi tulang, dan deformitas, subluksasio atau ankilosis persendian. Mungkin dijumpai tenosinovitis dan miositis. Osteoporosis, periostitis, perumbuhan epifiseal yang dipercepat, dan penutupan epifiseal yang prematur dapat terjadi dekat dengan sendi yang terkena.
Nodul reumatoid kurang sering terjadi pada anak daripada orang dewasa, terutama pada penyakit reumatoid positif, dan memperluhatkan bahan fibrinoid yang dikelilingi oleh sel radang kronis. Pleura, perikardium, dan peritoneum dapat menampakkan serositis fibrinosa nonspesifik; yang jarang yaitu perikarditis konstriktif kronis, jika pernah terjadi. Ruam reumatoid secara histologi tampak seperti vaskulitis ringan, dengan sedikit sel radang yang mengelilingi pembuluh darah kecil pada jaringan subepitel.
D.    Gejala Klinis / Symptom
1.      Artritis
Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan salah satu dari gejala pembengkakan  atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu gerakan yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol. Pada  anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama pada pagi  (morning stiffness).
2.      Tipe onset poliartritis
Terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala arthritis pada lebih dari 4 sendi, sedangkan tipe onset oligoartritis 4 sendi atau kurang. Pada tipe oligoartritis sendi besar lebih sering terkena dan biasanya pada sendi tungkai. Pada tipe poliartritis lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari dan biasanya simetris, bisa juga pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
3.      Tipe onset sistemik
Ditandai dengan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda, lebih dari 39o C selama 2 minggu atau lebih, artritis disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rematoid serta kelainan viseral misalnya hepatosplenomegali, serositis atau limfadenopati.
E.     Klasifikasi
1.      Pauciarticular
Pauciarticular artinya ada empat atau lebih sendi yang terlibat atau terkena peradangan ini. Artritis ini adalah bentuk paling umum JRA; sekitar setengah dari semua anak-anak dengan JRA memiliki tipe ini. Ini biasanya terjadi pada sendi yang besar, seperti lutut. Gadis di bawah usia 8 tahun paling sering terkena JRA ini.Beberapa anak dengan pauciarticular JRA memiliki abnormal protein dalam darah yang disebut antinuclear antibodi (ANAs).Penyakit mata sering terjadi 20% hingga 30% dari anak-anak dengan pauciarticular JRA dan lebih sering terjadi lagi pada anak-anak dengan abnormal ANAs. Pemeriksaan rutin ke dokter opthalmologi(dokter spesialis penyakit mata) diperlukan untuk mengobati masalah mata yang serius seperti iritis (radang iris atau bagian yang berwarna dari mata) atau uveitis (peradangan mata yang terdalam , atau uvea).
2.      Polyarticular
Sekitar 30% dari semua anak-anak dengan JRA mempunyai penyakit polyarticular, di mana lima atau lebih sendi yang terpengaruh. Sendi kecil, seperti yang di tangan dan dikaki sering terkena penyakit ini tetapi terkadang juga terjadi pada sendi besar. JRA Polyarticular yang tersering adalah simetris (dimana sendi yang terkena sering terjadi pada kedua tubuh yang sama). Beberapa anak dengan penyakit polyarticular memiliki jenis antibodi khusus dalam darah yang disebut rheumatoid factor. Anak-anak yang terkena penyakit ini merasa gejala yang terjadi lebih parah dan dokter mengidentifikasinya dengan gejala rheumatoid arthritis orang dewasa.
3.      Sistemik
Seiring dengan pembengkakan sendi, bentuk sistemik JRA ditandai oleh demam dan warna merah muda, dan mungkin juga mempengaruhi organ seperti jantung, hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Bentuk sistemik, kadang-kadang disebut Still's desease, mempengaruhi 20% dari anak-anak dengan JRA. Hampir semua anak dengan jenis JRA inibila dites hasilnya negatif untuk kedua rheumatoid factor dan ANA. Sejumlah kecil anak-anak dengan penyakit sistemik ini akan berkembang menjadi arthritis nanti dan prosesnya berkembang hingga dewasa.
F.      Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang  ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1.      Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
2.      Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3.      Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4.      Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang.
5.      Deformitas: kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6.      Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7.      Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai padamiokardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
G.    Penatalaksanaan
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis, mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup.
1.      Garis besar pengobatan
Meliputi : (1) Program dasar yaitu pemberian : Asam asetil salisilat; Keseimbangan aktifitas dan istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga dan penderita; Keterlibatan sekolah dan lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non steroid yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3). Obat steroid intra-artikuler; (4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan rekonstruksi.
2.      Asam asetil salisilat
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) terpenting untuk ARJ, bekerja menekan inflamasi, aman untuk pemakaian jangka panjang. Dosis yang efektif adalah 75-90mg/kgBB/ hari dibagi   3-4 dosis, diberikan 1-2 tahun setelah gejala klinis hilang.
3.      Analgesik lain.
Asetaminofen bermanfaat untk mengontrol nyeri atau demam terutama pada tipe sistemik, tidak boleh dipakai dalam jangka waktu lama karena menimbulkan kelainan ginjal.
4.      NSAID yang lain.
Sebagian besar NSAID yang baru tidak boleh diberikan pada anak, pemakaiannya hanya untuk mengontrol nyeri, kekakuan, dan inflamasi pada anak yang tidak responsif terhadap asam asetil salisilat atau sebagai pengobatan awal. Tolmetin diberikan dengan dosis 30 mg/kgBB/hari ternyata cukup efektif. Selain itu Naproksen dengan dosis 10-15mg/kgBB/hari memberikan hasil pengobatan yang cukup baik.
5.      Obat-obat yang dapat memodifikasi perjalana penyakit (DMARDs)
Pengobatan ARJ kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama sehingga menimbulkan keputusasaan dan ketidakpercayaan pada penderita maupun orang tuanya. DMRAIDs akan memperpendek perjalanan penyakit dan masa rawat inap. Obat-obat ini hanya boleh diberikan pada poliartritis progresif yang tidak responsif terhadap Asam Asetil Salisilat Tabel 4 menunujukkan DMRAIDs, efek samping dan pemantauannya. 
6.      Hidroksiklorokuin
Bermanfaat pada anak yang cukup besar dengan dosis awal 6-7mg/kgBB/hari, setelah 8 minggu diturunkan menjadi 5mg/kgBB/hari. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan hidroksiklorokuin harus dihentikan. Ketika memulai jangan lupa meyakinkan bahwa tidak ada defisiensi G6PD karena bisa terjadi hemolisis.
7.      Kortikosteroid
Digunakan bila terdapat gejala sistemik,uveitis kronik atau untuk suntikan intra-artikular. Dosis awal adalah 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal, atau dosis terbagi pada kasus berat. Bila terjadi perbaikan klinis maka dosis diturunkan pelan-pelan (tappering of).
8.      Imunosupresan
Hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan berat yang mengancam jiwa, walaupun beberapa pusat kesehatan sudah memakai untuk pengobatan baku. Yang paling banyak digunakan adalah metotreksat dengan indikasi untuk poliartritis berat atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan NSAID, hidroksiklorokuin atau garam emas. Dosis awal metotreksat adalah 5mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu setelah 9 minggu tidak ada perbaikan. Lama pengobatan adalah 6 bulan.
9.      Obat-obat ARJ yang lain
Naproksen 10-20 mg/kg bb/hari 2 x sehari; Tolmetin 25 mg/kg bb/hari 4 x sehari; dan Ibuprofen 35 mg/kg bb/hari 4 x sehari.
10.  Evaluasi pengobatan
Setelah 2-4 bulan, pemeriksaan laboratorium yang tetap menunjukkan aktivasi penyakit, tanda untuk pemberian DMRAIDs lain.











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1.      Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
.Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi.
2.      Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3.      Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ).Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4.      Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia.Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
.Kekeringan pada membran mukosa.
5.      Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.Ketergantungan
.
6.      Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.Pembengkakan sendi simetris.
7.      Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8.      Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.Lesi kulit, ulkus kaki.Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan menetap
.Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9.      Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
B.     Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic.Perilaku yang bersifat hati-hati/ melindungi.Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan :
a.       Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
b.      Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
c.       Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
d.      Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional :
a.       Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas . Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
b.      Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
Rasional : Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri.
c.       Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
d.      Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
e.       Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat).
Rasional : sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
a.       Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
b.      Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau kompensasi bagian tubuh.
c.       Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional :
a.       Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
b.      Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan.
Rasional : Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
c.       Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
d.      Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
e.       Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
Rasional : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas
3.      Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat.Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :
a.       Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
b.      Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional :
a.       Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
Rasional : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
b.      Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
Rasional : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut.
c.       Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.
Rasional : Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri.
d.      Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog.
Rasional : Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
a.       Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
b.      Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
c.       Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional :
a.       Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
Rasional : Mendukung kemandirian fisik/emosional.
b.      Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan.
Rasional : Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
c.       Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
d.      Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya.
Rasional : Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan actual.
















BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.
B.     Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem Rheumatoid Arthritis Juvenil, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.


DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2002.
Cassidy JT., Levinson JE., Bass JC. A study of classification criteria for a diagnosis of juvenile rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum 1986; 29:274–81.
Judarwanto, Widodo. 2008. Artritis Pada Anak, available at: www. children’s

Tidak ada komentar: